
Jakarta I inidetik.com Sejumlah pakar energi menilai kekhawatirabn sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik swasta terhadap kandungan etanol dalam bahan bakar minyak (BBM) dasar atau base fuel milik PT Pertamina (Persero) tidak berdasar secara teknis.
Guru Besar Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Tri Yuswidjajanto, menjelaskan bahwa penggunaan etanol dalam BBM bukan hal baru di dunia internasional. Bahkan, kadar etanol di berbagai negara jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kadar 3,5 persen yang digunakan oleh Pertamina.
“Di Amerika pun menjual bensin yang dicampur etanol sebanyak 10 persen, dan di sana baik-baik saja, tidak ada masalah dengan mesin kendaraan. Bahkan di Brasil kadar etanolnya mencapai 85 persen, dan Australia juga sudah pakai,” ujar Tri dalam keterangannya yang dikonfirmasi di Jakarta, Senin (6/10).
Menurut Tri, kandungan etanol dalam BBM dasar Pertamina tidak berpengaruh signifikan terhadap mesin maupun performa kendaraan. Meski kandungan energi etanol memang lebih rendah dibandingkan bensin, dampaknya sangat kecil terhadap kinerja kendaraan.
“Kandungan energi etanol sekitar 26,8–29,7 megajoule per kilogram, sedangkan bensin mencapai 40 megajoule per kilogram. Jadi, kalau kandungan etanolnya hanya 3,5 persen, energi yang turun hanya sekitar 1 persen. Artinya, daya mesin hanya berkurang sekitar 1 persen, dan itu tidak akan terasa,” jelasnya.
Tri menegaskan bahwa konsumsi bahan bakar tidak akan menjadi lebih boros, dan tarikan mesin tetap normal. Secara internasional, penurunan performa baru bisa dirasakan jika kadar etanol sudah mencapai di atas 2 persen dari total energi bahan bakar.
Sebelumnya, pada 1 Oktober 2025, Wakil Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Achmad Muchtasyar mengungkapkan bahwa sejumlah SPBU swasta membatalkan pembelian BBM dasar dari Pertamina karena adanya kandungan etanol.
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eniya Listiani Dewi menyatakan bahwa kendaraan di Indonesia sejatinya sudah kompatibel dengan BBM yang mengandung etanol hingga 20 persen.
Namun, pemerintah saat ini masih membatasi campuran etanol hingga 5 persen, dengan mempertimbangkan ketersediaan bahan baku etanol dalam negeri seperti jagung dan tebu.
“Kami belum menaikkan kadar etanol ke 20 persen karena bahan bakunya belum cukup, dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia tidak ingin impor bahan baku etanol,” ujar Eniya pada Minggu (6/10).
Pemerintah menilai program pencampuran etanol dalam BBM merupakan bagian dari upaya transisi energi dan pengurangan emisi karbon, sekaligus untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil impor.


