
SIANTAR –inidetik.com Suasana di depan Kantor UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah III Disnaker Sumut, Kota Siantar, pada Senin (8/9/2025) pagi, riuh oleh suara spanduk dan orasi. Sekitar Ratusan massa yang tergabung dalam Serikat Buruh Solidaritas Indonesia (SBSI) memadati jalan, menuntut hak mereka yang mereka sebut “diabaikan”.
Nurlina Pakpahan, Bendahara SBSI, dengan suara lantang menyampaikan bahwa PT Rejeki Abadi Sambosar, sebuah perusahaan kelapa sawit di Raya Kahean, Simalungun, diduga tidak membayar upah lembur kepada 12 karyawannya. “Mereka sudah bekerja dengan baik, tapi hak atas jam kerja dan upah lembur tidak dipenuhi sesuai aturan,” ujarnya di hadapan massa yang menyambut dengan teriakan setuju.
Ramlan Sinaga, Ketua Umum FTA SBSI, menegaskan bahwa pembayaran upah lembur adalah kewajiban perusahaan. “Ini bukan sekadar tuntutan, ini hak buruh. Kalau tidak dibayar, kami siap berjuang sampai mana pun,” serunya, disambut aplaus dari rekan-rekannya yang memblokir sebagian Jalan Kartini.
Usai orasi, perwakilan SBSI diterima oleh Robby R. Sipayung, Kepala UPTD PKW III Disnaker ProvSU Dalam pertemuan tertutup, Robby menjelaskan bahwa dari 12 karyawan yang disebutkan, hanya delapan orang yang upah lemburnya telah dihitung dan masih dalam proses penagihan. Tiga orang lainnya disebut telah mengundurkan diri, dan satu orang tidak pernah mengajukan keberatan.
“Ada surat pengunduran diri dari tiga karyawan itu,” kata Robby sambil menunjukkan dokumen.
Namun, Ramlan Sinaga langsung menyanggah. “Pengunduran diri tanpa pemberitahuan kami? Itu tidak transparan. Seharusnya kami diajak duduk bersama,” protesnya. Ia curiga ada sesuatu yang disembunyikan, mengingat SBSI justru sedang memperjuangkan hak ketiga karyawan tersebut.
Robby menawarkan solusi: masalah pengunduran diri dibahas terpisah, sementara tuntutan pembayaran upah lembur untuk delapan karyawan harus diselesaikan perusahaan paling lambat 12 September 2025. “Jika tidak dibayar juga, itu sudah masuk tindak pidana,” tegasnya.
SBSI menyepakati proposal tersebut. “Kami akan tunggu sampai tanggal itu. Jika tidak dibayar, kami laporkan pidana,” kata Ramlan di akhir pertemuan.
Massa yang menunggu di luar akhirnya membubarkan diri dengan tertip setelah hasil pertemuan diumumkan. Kini, semua mata tertuju pada tanggal 12 September: apakah perusahaan akan memenuhi kewajiban, atau konflik ini berlanjut ke ranah hukum. ( id MT * )


